MODEL
PEMBELAJARAN REALISTIK
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Inovasi Pembelajaran Matematika
1
Dosen pengampu : Aryo Andri
Nugroho, S.Si, M.Pd
Disusun
oleh:
Kelompok
11, Kelas 3D
1. Fika Nahdliyana 11310153
2. Ika Sulistyarini 11310166
3. Ahmad Ma’ruf 11310181
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
IKIP PGRI SEMARANG
2012
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan dan
kesehatan kepada penulis karena berkat usaha, kerja keras dan ketekunan serta
keridhaan Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
“Model
Pembelajaran Realistik” dengan baik. Penulisan
makalah ini bertujuan guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Inovasi
Pembelajaran Matematika.
Makalah ini
ditulis dari hasil penyusunan data-data yang penulis peroleh dari buku panduan
yang berkaitan dengan metode-metode pembelajaran yang berkembang di Indonesia,
serta infomasi dari media massa yang berhubungan dengan metode-metode
pembelajaran. Tak lupa penyusun ucapkan terima
kasih kepada pengajar mata kuliah Inovasi Pembelajaran Matematika atas
bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini. Juga kepada rekan-rekan
mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat terselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa makalah
ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan makalah berikutnya. Semoga makalah ini mampu memberikan manfaat dan
mampu memberikan segi positif bagi para pembaca.
Semarang,
Oktober 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masalah
pendidikan senantiasa menjadi topic perbincangan yang menarik, baik di kalangan
guru, orang tua, lebih lagi di kalangan para pakar pendidikan. Hal ini
merupakan sesuatu yang wajar karena setiap orang berkepentingan dan
menginginkan pendidikan yang terbaik bagi siswa, anak atau generasi penerus
bangsa ini. Terlebih lagi masalah pendidikan matematika selalu menjadi sorotan
karena masih rendahnya prestasi belajar siswa pada bidang studi tersebut. Usaha
untuk meningkatkan mutu pendidikan matematika di Indonesia telah lama
dilaksanakan, namun keluhan tentang kesulitan belajar matematika masih saja
terus dijumpai.
Rendahnya hasil belajar siswa dalam
pembelajaran matematika bukan semata-mata karena materi yang sulit, tetapi juga
bisa disebabkan oleh proses pembelajaran yang dilaksanakan. Pentingnya proses
pembelajaran ini ditegaskan oleh Soedjadi (1989) yang menyatakan bahwa:
“Betapapun tepat dan baiknya bahan ajar matematika yang ditetapkan belumlah
menjamin akan tercapainya tujuan pendidikan matematika yang diinginkan. Salah
satu faktor penting untuk mencapai tujuan pendidikan adalah proses belajar yang
dilaksanakan”. Upaya peningkatan kualitas proses pembelajaran telah diupayakan
dengan melaksanakan pendekatan pembelajaran keterampilan proses dan CBSA, namun
masih banyak permasalahan yang belum dapat diselesaikan, khususnya masalah
pembelajaran di kelas. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran
matematika pada umumnya masih terpusat pada guru, bukan pada siswa.
Ratumanan (2000) menyatakan bahwa
dalam pengajaran matematika guru cenderung mentransfer pengetahuan yang mereka
miliki ke dalam pikiran siswa. Siswa sering diposisikan sebagai orang yang
“tidak tahu apa-apa” yang hanya menunggu apa yang guru berikan. Sementara itu
Soedjadi (2001a) menyatakan bahwa dalam kurikulum matematika sekolah di
Indonesia dan dalam pembelajarannya selama ini terpateri kebiasaan dengan
urutan sajian pembelajaran sebagai berikut: (1) diajarkan
teori/teorema/definisi (2) diberikan contoh-contoh dan (3) diberikan latihan
soal-soal.
Kebiasaan pembelajaran semacam ini
menyebabkan guru mendominasi kegiatan belajar mengajar, sementara siswa hanya
menjadi pendengar dan pencatat yang baik.
Hasilnya adalah siswa yang kurang
mandiri tidak berani mengemukakan pendapat sendiri, selalu meminta bimbingan
guru dan kurang gigih melakukan ujicoba dalam menyelesaikan masalah matematika,
sehingga pengetahuan yang dipahami siswa hanya sebatas apa yang diberikan guru.
Pada hakekatnya dalam kegiatan
belajar mengajar, yang belajar adalah siswa secara mandiri. Oleh karena itu
hendaknya dalam proses pembelajaran guru memberikan arahan kepada siswa tentang
bagaimana siswa harus belajar. Seperti yang diungkapkan oleh Weinstein dan
Meyer (dalam Arends, 1997: 243) yang menyatakan bahwa: “good teaching includes teaching students how to learn, how to
remember, how to think, and how to motivate themselves”. Maksudnya
pengajaran yang baik meliputi mengajar siswa tentang bagaimana belajar,
bagaimana mengingat, bagaimana berpikir, dan bagaimana memotivasi diri sendiri.
Hal ini juga sejalan dengan pendapat Sumani (2000: 29) yang menyatakan bahwa
salah satu kemampuan yang harus dimiliki guru adalah memotivasi siswanya untuk
belajar sendiri, artinya bagaimana guru mampu menumbuhkan motivasi intrinsic
(dari dalam) siswa untuk belajar.
Peran guru dalam kegiatan belajar
mengajar adalah sebagai fasilitator dan motivator untuk mengoptimalkan belajar
siswa. Guru seharusnya tidak hanya memberikan pengetahuan jadi, tetapi siswa
secara aktif membangun pengetahuan dalam pikiran mereka sendiri. Ratumanan
(2000) menyarankan agar seharusnya guru berpandangan bahwa matematika merupakan
proses, sehingga pengajaran matematika merupakan suatu usaha membantu siswa
untuk mengkontruksi pengetahuan dengan kemampuannya sendiri melalui proses
internalisasi sehingga pengetahuan tersebut terkontruksi kembali. Dengan
demikian pembelajaran matematika bukanlah suatu transfer pengetahuan, tetapi
lebih menekankan bagaimana siswa membangun pemahamannya dengan membantu guru.
Selanjutnya Burril (1997: 604)
mengemukakan bahwa: Good teaching is not
making learning easy!, is not making hard either. Students, teachers, parents,
and administrators should understand that good teaching means that students are
actively engaged in the learning process. Students are involved with problems,
they struggle with ideas, and they take part in the dialogue”. Maksudnya
pengajaran yang baik adalah siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran.
Siswa dilibatkan dalam masalah, mengemukakan ide-idenya, dan terlibat dalam
dialog.
Dari kedua pendapat tersebut, suatu
pembelajaran yang baik adalah yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses
pembelajaran. Untuk itu orientasi proses pembelajaran hendaknya diubah, peranan
guru yang selama ini mendominasi kegiatan pembelajarn hendaknya dikurangi dan
member peluang yang lebih besar kepada siswa untuk aktif berpartisipasi dalam
proses pembelajaran. Pembelajaran yang terpusat pada guru sudah sewajarnya
diubah menjadi terpusat pada siswa.
Model pembelajaran hendaknya dipilih
dan dirancang sedemikian sehingga lebih menekankan pada aktivitas siswa,
sehingga perlu diupayakan mendesain suatu pengajaran yang memberikan kesempatan
seluas-luasnya kepada siswa untuk belajar dengan membangun pengetahuannya
sendiri. Dengan pembelajaran tersebut diharapkan dapat diperoleh prestasi
belajar yang lebih baik.
Model pembelajaran matematika
realistik atau yang biasa dikenal denga Realistic Mathematics Education (RME)
merupakan salah satu alternative pembelajaran yang tepat karena dengan model
pembelajaran ini siswa dituntut untuk mengkontruksi pengetahuan dengan
kemampuannya sendiri melalui aktivitas-aktivitas yang dilakukannya dalam
kegiatan pembelajaran. Ide utama pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran RME adalah siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali
(reinvention) konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa. Prinsip
menemukan kembali berarti siswa diberi kesempatan menemukan sendiri konsep
matematika dengan menyelesaikan berbagai soal kontekstual yang diberikan pada
awal pembelajaran. Berdasarkan soal siswa membangun model dari (model of)
situasi soal kemudian menyusun model matematika untuk (model for) menyelesaikan
hingga mendapatkan pengetahuan formal matematika (Gravemeijer, 1994: 100).
Selain itu dalam pandangan ini, matematika dipandang sebagai suatu kegiatan
manusia. Oleh karena itu pembelajaran matematika harus dikaitkan dengan realita
dan matematika sebagau bagian dari kegiatan manusia. Oleh karena itu
pembelajaran matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika sebagai
bagian dari kegiatan manusia.
Dalam pembelajaran ini, guru
berfungsi sebagai pembimbing dalam menyeleksi kontribusi-kontribusi yang
diberikan siswa melalui pemecahan masalah kontekstual. Dalam memecahkan masalah
kontekstual tersebut siswa dengan caranya sendiri mencoba memecahkan sehingga
sangat mungkin dilakukan melalui langkah-langkah “informal” sebelum sampai
kepada materi matematika yang lebih “forma” (Soedjadi 2001b:2). Dengan demikian
pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru tetapi lebih terpusat pada siswa,
dengan kata lain pembelajaran berlangsung secara aktif yaitu pengajar dan
pelajar sama-sama aktif.
Model pembelajaran RME telah
dikembangkan di Belanda selama kurang lebih 30 tahun menunjukkan hasil yang
baik. RME juga dikembangkan di beberapa Negara lain seperti USA (yang dikenal
dengan Mathematics in Context), Afrika Selatan, Malaysia, Inggris, Brazil, dan
lain-lain (Fauzan, 2001:1). Laporan dari TIMSS (Third International Mathematics and Science Study) menyebutkan
bahwa berdasarkan penilaian TIMSS, siswa di Belanda memperoleh hasil yang
memuaskan baik dalam keterampilan komputasi maupun kemampuan pemecahan masalah
(dalam Yuwono, 2001:1). Model pembelajaran ini akan menjadi fokus dalam tulisan
ini.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
pengertian model pembelajaran realistik ?
2. Apa
saja prinsip dan karakteristik pembelajaran matematika realistik ?
3. Apa
saja ciri-ciri model pembelajaran realistik ?
4. Apa
saja langkah-langkah pembelajaran matematika realistik ?
C.
TUJUAN
1. Mengetahui
pengertian pembelajaran matematika realistik, sehingga para guru/calon guru
dapat melakukan kegiatan belajar mengajar dengan baik dan benar.
2. Mengetahun
prinsip dan karakteristik pembelajaran matematika realistik.
3. Mengetahui
ciri-ciri model pembelajaran matematika realistik.
4. Mengetahui
langkah-langkah pembelajaran matematika realistik, sehingga kegiatan belajar
mengajar dapat berlangsung secara efektik.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
PENGERTIAN
MODEL PEMBELAJARAN REALISTIK
Menurut logika masyarakat pada umunya, seseorang
berminat mempelajari sesuatu dengan tekun bila melihat manfaat dari yang
dipelajarinya itu dalam hidupnya. Manfaat itu bisa berupa kemungkinan
meningkatkan kesejahteraannya, harga dirinya, kepuasannya dan sebagainya.
Dengan perkataan lain persepsi seseorang tentang sesuatu itu ikut mempengaruhi sikapnya
terhadap sesuatu itu (Marpuang, 2001). Demikian pula dengan pembelajaran
matematika, seseorang anak akan berminat belajar matematika bila anak tersebut
mengetahui manfaat matematika bila anak tersebut mengetahui manfaat matematika
bagi diri dan kehidupannya, karena itu mengaitkan pembelajaran matematika
dengan realita dan kegiatan manusia merupakan salah satu cara untuk membuat
anak tertarik belajar matematika. Pembelajaran matematika dengan mengaitkan
matematika dengan realita dan kegiatan manusia ini dikenal dengan Pembelajaran
Matematika Realistik atau Realistic Mathematics Education (RME) (Freudenthal
dalam Gravermeijer, 1994).
Ide utama dari model pembelajaran RME
adalah manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali (reinvent) ide dan konsep matematika
dengan bimbingan orang dewasa (Gravemeijer, 1994). Upaya untuk menemukan
kembali ide dan konsep matematika ini dilakukan dengan memanfaatkan realita dan
lingkungan yang dekat dengan anak. Soedjadi (2001a:2) mengemukakan bahwa
pembelajaran matematika realistic pada dasarnya adalah pemanfaatan realita dan
lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran
matematika secara lebih baik daripada masa yang lalu (Soedjadi, 2001a:2). Lebih
lanjut Soedjadi menjelaskan yang dimaksud dengan realita yaitu hal-hal yang
nyata atau konkrit yang dapat diamati atau dipahami peserta didik lewat
membayangkan, sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan
tempat peserta didik berada baik lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat
yang dapat dipahami peserta didik. Lingkungan ini disebut juga kehidupan
sehari-hari.
Treffers (1991: 32) memformulasikan dua
konsep matematisasi yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal.
Dalam matematisasi horizontal siswa dengan pengetahuan yang dimilikinya dapat
mengorganisasikan dan memecahkan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari atau
dengan kata lain matematisasi horizontal bergerak dari dunia nyata ke dunia
symbol. Contoh matematisasi horizontal adalah pengidentifikasian, perumusan dan
penvisualisasi masalah dalam cara-cara yang berbeda, pentransformasi masalah
dunia nyata ke masalah matematika.
Sedangkan matematisasi vertikal
merupakan proses pengorganisasian kembali dengan menggunakan matematika itu
sendiri, jadi dalam matematisasi vertikal bergerak dari dunia symbol. Contoh
matematisasi vertikal adalah perepresentasian hubungan-hubungan dalam rumus,
menghaluskan dan penyesuaian model matematik, penggunaan model-model yang
berbeda, perumusan model matematik dan penggenerelisasian.
Proses pembelajaran matematika dengan
RME menggunakan masalah kontekstual (contextual
problems) sebagai titik awal dalam belajar matematika. Dalam hal ini siswa
melakukan aktivitas matematisasi horizontal, yaitu siswa mengorganisasikan
masalah dan mencoba mengidentifikasi aspek matematika yang ada pada masalah
tersebut. Siswa bebas mendeskripsikan, menginterpretasikan dan menyelesaikan
masalah kontekstual dengan caranya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang
dimiliki. Kemudian siswa dengan bantuan atau tanpa bantuan guru, menggunakan
matematisasi vertikal (melalui abstraksi maupun formalisasi) tiba pada tahap
pembentukan konsep. Setelah dicapai pembentukan konsep, siswa dapat
mengalikasikan konsep-konsep matematika tersebut kembali pada masalah
kontekstual, sehingga memperkuat pemahaman konsep.
Gravermeijer (1994:91) mengemukakan
bahwa terdapat tiga prinsip kunci dalam model pemebelajaran RME yakni:
a. Petunjuk
menemukan kembali/matematisasi progresif (guided
reinvention/progressive mathematizing)
Melalui topik-topik
yang disajikan, siswa harus diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama
sebagaimana konsep-konsep matematika ditemukan. Hal ini dilakukan dengan cara
memberikan masalah kontekstual yang mempunyai berbagai kemungkinan solusi,
dilanjutkan dengan matematisasi. Proses belajar diatur sedemikian rupa sehingga
siswa menemukan sendiri konsep atau hasil (Fauzan, 2001:2).
b. Fenomena
yang bersifat mendidik (didactical
phenomenology)
Topik-topik matematika
disajikan kepada siswa dengan mempertimbangkan dua aspek yaitu kecocokan
aplikasi masalah kontekstual dalam pembelajaran dan kontribusinya dalam proses
penemuan kembali bentuk dan model matematika dari soal kontekstual tersebut.
c. Mengembangkan
model sendiri (Self developed models)
Dalam menyelesaikan
masalah kontekstual siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan model mereka
sendiri, sehingga dimungkinkan muncul berbagai model buatan siswa. Model-model
tersebut diharapkan akan berubah dan mengarah kepada bentuk yang lebih baik
menuju arah pengetahuan matematika formal, sehingga diharapkan terjadi urutan
pembelajaran seperti berikut “masalah kontekstual” “model dari masalah kontekstual tersebut” “model kea rah formal” “pengetahuan formal” (Soedjadi, 2001b:4).
2.
PRINSIP
DAN KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN REALISTIK
a. Prinsip
Pembelajaran Matematika Realistik
Ø Guided
Reinvention and Progressive Mathematizing
Prinsip pertama adalah penemuan kembali secara terbimbing dan
matematisasi secara progresif. Melalui topik-topik yang disajikan, siswa harus
diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama membangun dan menemukan
kembali tentang ide-ide dan konsep-konsep secara matematika. Maksud dari
mengalami proses yang sama dalam hal ini adalah bahwa setiap siswa diberi
kesempatan yang sama merasakan situasi dan jenis masalah kontekstual yang
mempunyai berbagai kemungkinan solusi. Dilanjutkan dengan matematisasi prosedur
pemecah masalah yang sama, serta perancangan rute belajar sedemikian rupa,
sehingga siswa menemukan sendiri konsep-konsep atau hasil (Fauzan, 2000:4).
Prinsip ini sejalan dengan paham kontruktivitas yang menyatakan bahwa
pengetahuan tidak dapat dikontruksi oleh siswa itu sendiri.
Ø Didactical
Phenomenology
Prinsip kedua adalah fenomena yang bersifat mendidik. Dalam hal
ini fenomena pembelajaran menekankan pentingnya masalah kontekstual
memperkenalkan topik-topik matematika kepada siswa. Masalah kontekstual ini
dipilih dengan pertimbangan: (1) aspek kecocokan aplikasi yang harus
diantisipasi dalam pengajaran; dan (2) kecocokan dampak dalam proses re-invention,
artinya rposedur, aturan dan model matematika yang harus dipelajari oleh siswa tidaklah
disediakan oelh guru, tetapi siswa harus berusaha menemukannya dari masalah
kontekstual tersebut.
Ø Self
Developed Models
Prinsip yang ketiga adalah pengembangan model sendiri. Prinsip
ini berfungsi menjembatani jurang antara pengetahuan informal dengan matematika
formal. Siswa mengembangkan model sendiri sewaktu memecahkan soal-soal
kontekstual.
b. Karakteristik
Pembelajaran Matematika Realistik
Ø Menggunakan masalah kontekstual (Use of Context)
Pembelajaran diawali
dengan menggunakan masalah kontekstual, tidak dimulai dari sistem formal.
Masalah kontekstual yang diangkat sebagai topik awal pembelajaran harus
merupakan masalah sederhana yang dikenali oleh siswa.
Ø Menggunakan model (Use of Models, Bridging by Vertical
Instruments)
Dengan menggunakan masalah
kontekstual yang diangkat sebagai topik awal pembelajaran dapat mendorong siswa
untuk membentuk model dasar matematika yang dikembangkan sendiri oleh siswa,
sebagai jembatan antara level pemahaman yang satu ke level pemahaman yang lain
dengan menggunakan instrument-instrumen vertikal seperti, skema-skema,
diagram-diagram, symbol-simbol dan sebagainya.
Ø Menggunakan kontribusi siswa (Students Contribution)
Kontribusi yang besar pada proses mengajar belajar dating dari
siswa, artinya semua pikiran (kontruksi dan produksi) siswa diperhatikan.
Kontribusi dapat berupa aneka jawab, aneka cara, atau aneka pendapat dari
siswa. Misalnya pada pengertian skala, pada awalnya siswa diberi kebebasan
penuh untuk mengidentifikasi pengertian skala dengan kalimat mereka sendri,
kemudian dari beragam jawaban siswa dikompromikan dan dipakai salah satu
pendapat yang benar. Jika tidak ada yang benar, guru hanya membimbing kea rah
pengertian yang benar.
Ø Interaktivitas (Interactivity)
Mengoptimalkan proses mengajar belajar melalui interaksi siswa
dengan siswa, siswa dengan guru dan siswa dengan sarana prasarana merupakan hal
yang penting dalam pembelajaran matematika realistik. Interaksi terus
dioptimalkan samapi kontruksi yang diinginkan diperoleh, sehingga interaksi
tersebut dimanfaatkan.
Ø Terkait dengan Topik Lainnya (Intertwining)
Struktur dan konsep matematika saling berkaitan. Oleh karena
itu, keterkaitan dan keterintegrasian antar topik (unit pembelajaran) harus
dieksplorasi untuk mendukung terjadinya proses belajar mengajar yang lebih bermakna.
3.
CIRI-CIRI
PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK
Berdasarkan prinsip dan karakteristik model
pembelajaran RME maka ada beberapa hal yang menjadi ciri-ciri dari model
pembelajaran ini (Nur, 2000: 8), yakni:
a. Pembelajaran
dirancang berawal dari pemecahan masalah yang ada di sekitar siswa dan berbasis
pada pengalaman yang telah dimiliki siswa, sehingga mereka dengan segera
tertarik secara pribadi terhadap aktivitas matematika yang bermakna.
b. Urutan
pembelajaran haruslah menghadirkan suatu aktivitas atau eksplorasi, yaitu siswa
menciptakan dan mengelaborasi model-model simbolik dan aktivitas matematika
mereka yang tidak formal, misalnya menngambar, membuat diagram, membuat tabel
atau mengembangkan notasi informal.
c. Pembelajaran
matematika tidak semata-mata memberi
penekanan pada komputasi dan hanya mementingkan langkah-langkah procedural
(algoritma) serta keterampilan.
d. Memberi
penekanan pada pemahaman konsep dan pemecahan masalah.
e. Siswa
mengalami proses pembelajaran secara bermakna dan memahami matematika dengan
penalaran.
f. Siswa
belajar matematika dengan pemahaman secara aktif membangun pengetahuan baru
dari pengalaman dari pengetahuan awal.
g. Dalam
pembelajaran siswa dilatih untuk mengikuti pola kerja, intuisi – coba – salah –
dugaan/spekulasi – hasil.
h. Terdapat
interaksi yang kuat antara siswa yang satu dengan siswa lainnya.
i.
Memberikan perhatian yang seimbang
antara matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal.
4.
LANGKAH-LANGKAH
PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK
Berdasarkan pengertian, prinsip utama dan
karakteristik PMR uraian di atas, maka langkah-langkah kegiatan inti
pembelajaran matematika realistik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Langkah
1: Memahami masalah kontekstual.
Guru memberikan masalah (soal)
kontekstual dan siswa diminta untuk memahami masalah tersebut. Guru menjelaskan
soal atau masalah dengan memeberikan petunjuk/saran seperlunya (terbatas)
terhadap bagian-bagian tertentu yang dipahami siswa. Pada langkah ini
karakteristik PMR yang diterapkan adalah karakteristik pertama. Selain itu
pemberian masalah kontekstual berarti memberi peluang terlaksananya prinsip
pertama dari PMR.
Langkah
2: Menyelesaikan masalah kontekstual.
Siswa secara individual disuruh
menyelesaikan masalah kontekstual pada Buku Siswa atau LKS dengan caranya
sendiri. Cara pemecahan dan jawaban masalah yang berbeda lebih diutamakan. Guru
memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan penuntun untuk mengarahkan siswa memperoleh penyelesaian
soal tersebut. Misalnya: bagaimana kamu tahu itu, bagaimana caranya, mengapa
kamu berpikir seperti itu dan lain-lain. Pada tahap ini siswa dibimbing untuk
menemukan kembali tentang idea tau konsep atau definisi dari soal matematika.
Di samping itu pada tahap ini siswa juga diarahkan untuk membentuk dan
menggunakan model sendiri untuk membentuk dan menggunakan model sendiri untuk
memudahkan menyelesaikan masalah (soal). Guru diharapkan tidak member tahu
penyelesaian soal atau masalah tersebut, sebelum siswa memperoleh
penyelesaiannya sendiri. Pada langkah ini semua prinsip PMR muncul, sedangkan
karakteristik PMR yang muncul adalah karakteristik ke-2, menggunakan model.
Langkah
3: Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
Siswa diminta untuk membandingkan dan
mendiskusikan jawaban mereka dalam kelompok kecil. Setelah itu hasil dari
diskusi itu dibandingkan pada diskusi kelas yang dipimpin oleh guru. Pada tahap
ini dapat digunakan siswa untuk melatih keberanian mengemukakan pendapat,
meskipun berbeda dengan teman lain atau bahkan dengan gurunya. Karakteristik
PMR yang muncul pada tahap ini adalah penggunaan idea tau kontribusi siswa,
sebagai upaya untuk mengaktifkan siswa melalui optimalisasi interaksi antara
siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan sumber
belajar.
Langkah
4: Menarik Kesimpulan
Berdasarkan hasil diskusi kelompok dan
diskusi kelas yang dilakukan, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan
tentang konsep, definisi, teorema, prinsip atau prosedur matematika yang
terkait dengan masalah kontekstual yang baru diselesaikan. Karakteristik PMR
yang muncul pada langkah ini adalah menggunakan interaksi antara guru dengan
siswa.
5. KALEBIHAN
DAN KESULITAN METODE PEMBELAJARAN REALISTIK
Ø
Kelebihan
pembelajaran matematika realistik
Menurut Suwarsono : (2001:5) terdapat beberapa kekuatan atau
kelebihan dari matematika realistik, yaitu :
a.
Pembelajaran
matematika realistik memberikan pengertian yang
jelas kepada siswa tentang kehidupan sehari-hari dan kegunaan pada
umumnya bagi manusia.
b.
Pembelajaran
metematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa matematika
adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh
siswa tidak hanya oleh mereka yang
disebut pakar dalam bidang tersebut.
c.
Pembelajaran
matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa cara
penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan tidak harus sama
antara yang satu dengan orang yang lain. Setiap orang bisa menemukan atau
menggunakan cara sendiri, asalkan orang itu sungguh-sungguh dalam mengerjakan
soal atau masalah tersebut. Selanjutnya dengan membandingkan cara penyelesaian
yang satu dengan cara penyelesaian yang lain, akan bisa diperoleh cara
penyelesaian yang tepat, sesuai dengan tujuan dari proses penyelesaian masalah
tersebut.
d.
Pembelajaran
matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa dalam
mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama dan
orang harus menjalani proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri
konsep-konsep matematika dengan bantuan pihak lain yang sudah lebih tahu
(misalnya guru). Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut,
pembelajaran yang bermakna tidak akan tercapai.
Ø Kesulitan dalam implementasi pembelajaran matematika realistik
Adanya persyaratan-persyaratan tertentu agar PMR dapat muncul
justru menimbulkan kesulitan tersendiri dalam menerapkannya.
Kesulitan-kesulitan tersebut yaitu :
1.
Tidak mudah
untuk merubah pandangan yang mendasar tentang berbagai hal, misalnya mengenai
siswa, guru, dan peranan sosial atau masalah kontekstual, sedang perubahan itu
merupakan syarat untuk dapat diterapkan PMR.
2.
Pencarian
soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut dalam
pembelajaran matematika realistik tidak selalu mudah untuk setiap pokok bahasan
matematika yang dipelajari siswa, terlebih-lebih karena soal-soal tersebut
harus bisa diselesaikan dengan bermacam-macam cara.
3.
Tidak mudah
bagi guru untuk mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara dalam
menyelesaikan soal atau memecahkan masalah.
4.
Tidak mudah
bagi guru untuk memberi bantuan kepada siswa agar dapat melakukan penemuan
kembali konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika yang dipelajari.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Salah satu cara untuk mencoba membuat
seorang anak berminat belajar matematika adalah dengan menginformasikan
kemanfaatan matematika bagi diri dan kehidupannya, karena itu mengaitkan
pembelajaran matematika dengan realita dan kegiatan manusia merupakan salah
satu cara untuk membuat anak tertarik belajar matematika. Pembelajaran
matematika dengan mengaitkan matematika dengan realita dan kegiatan manusia ini
dikenal dengan Pembelajaran Matematika Realistik atau Realistic Mathematics
Education (RME). Beberapa prinsip dan karakterritik pembelajaran realistic diantaranya : prinsip Guided
Reinvention and Progressive Mathematizing, Didactical Phenomenology, Self
Developed Models dan karakteristik Menggunakan
masalah kontekstual (Use of Context),
Menggunakan model (Use of Models,
Bridging by Vertical Instruments), Menggunakan kontribusi siswa (Students Contribution), Interaktivitas (Interactivity), Terkait dengan Topik
Lainnya (Intertwining). Disamping
itu ada beberapa langkah dalam pembelajaran realistic yaitu memahami masalah kontekstual,
menyelesaikan masalah kontekstual,membandingkan dan mendiskusikan jawaban dan
menarik kesimpulan.
2. Saran
Tidak semua metode pembelajaran dapat di gunakan
untuk materi pelajaran, maka dari itu dalam memilih metode pembelajaran harus
dapat disesuaikan dengan materi pelajaran yang dipilih.
Dengan metode pembelajaran realistic, diharapkan
siswa mampu mengkontruksi dan menemukan sendiri pengetahuan konsep melalui bantuan
guru yang bersifat terbatas dan juga dengan pembelajaran realistic ini dapat
meningkatkan serta memperbaiki kualitas
pembelajaran matematika.
Daftar
Pustaka
Arikunto,S.2001. Dasar-dasar
Evaluasi Pendidikan. Edisi Revisi. Jakarta : Bumi Aksara.
Barnes, Heyley.2004. Realistic Mathematics Education : Eliciting Alternative Mathematical
Conceptual Conceptions of Learners. African journal of Reasearch in SMT
Education.
Fadillah, Syarifa. 2006. Pengenalan Pembelajaran Realistik dan Contoh Penerapannya dalam
Pembelajaran Matematika . Jurnal Pendidikan.
Nasution, Hamidah. 2006. Pembelajrn Matematika Realistik Topik Pembagian di Sekolah Dasar.
Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains ISSN:1907-7157.
Suherman, Erman dkk.2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontenporer. Bandung : Upi press.
Widjaja, Yeni.2003. Howa Realistic Mathematics Education Approach and Microromputer-Based
Laboratory Worked in Lessons on Graphing at an Indonesia Junior High School.
Journal of science and mathematics Education in Southeast Asia.
RENCANA
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Nama Sekolah : SMP HARAPAN BUNDA
Kelas/ Semester : IX
Mata pelajaran : Matematika
Alokasi Waktu : 1 x pertemuan
A.
Standar
Kompetensi
Memahami kesebangunan bangun
datar dan penggunaannya dalam pemecahan masalah
B.
Kompetensi
Dasar
1.
Mengidentifikasi
bangun-bangun datar yang sebangun
2.
Mengidentifikasi sifat-sifat
dua segitiga sebangun
3.
Menggunakan konsep
kesebangunan segitiga dalam pemecahan masalah
C.
Indikator
1. Menentukan dua buah bangun datar yang sebangun
2. Menentukan
sifat-sifat kesebangunan
3. Menyelesaikan masalah dengan konsep kesebangunan
D.
Tujuan
Pembelajaran
1. Melalui diskusi siswa dapat menentukan dua buah bangun datar yang sebangun
2. Melalui diskusi
siswa dapat menentukan sifat-sifat kesebangunan
3.
Melalui diskusi
siswa dapat menyelesaikan masalah
dengan konsep kesebangunan
E.
Materi
Pembelajaran
Lampiran
F.
Metode pembelajaran : Metode Realistik
G.
Pendekatan : Pendekatan Ketrampilan Proses (PKP)
H.
Kegiatan
Pembelajaran
1.
Kegiatan Awal (15 menit)
·
Guru bersama siswa mengucapkan salam pembuka.
·
Kegiatan apersepsi (anak-anak perhatikan ubin
yang ada dibawah kalian! Bagaimanakah bentuknya?)
·
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
2.
Kegiatan Inti (45 menit)
a.
Eksplorasi
·
Guru memberikan permasalahan kontekstual yang
berkaitan dengan kesebangunan.
·
Siswa menyimak permasalahan dari guru.
·
Guru membimbing
siswa dalam memecahkan masalah tersebut.
·
Masing-masing siswa menyiapkan jawaban atas
permasalahan yang diberikan.
·
Siswa diarahkan untuk mendiskusikan jawabannya
dengan temannya.
·
Siswa menyimpulkan suatu konsep dari hasil
diskusi melalui bimbingan guru.
·
Guru memberikan contoh soal yang berkaitan
pengukuran sudut.
b.
Elaborasi
·
Guru memberikan LKS kapada masing-masing siswa.
·
Guru mebimbing siswa dalam mengejakan LKS.
·
Beberapa siswa
mengerjakan LKS di papan tulis.
·
Siswa lain menanggapi.
c.
Konfirmasi
·
Guru memberikan umpan balik berupa pengutan
kepada siswa.
·
Guru memberikan konfirmasi mengenai jawaban
siswa.
·
Guru bersama siswa melakukan refleksi.
3.
Kegiatan Penutup (10 menit)
·
Guru bersama siswa menyimpulkan materi
pembelajaran.
·
Guru memberikan
tindak lanjut.